Diplomasi dan Ekspedisi Militer Belanda terhadap Tiga Kerajaan Lokal di Sulawesi Selatan, 1824-1860

Abd Latif

Abstract


RESUME: Pada pertengahan tahun 1824, Belanda tidak puas melihat Bone menjadi satu-satunya pemegang hegemoni politik di Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, pada Juli 1824, Gubernur Jenderal Belanda, yang berkedudukan di Batavia (sekarang Jakarta), datang ke Makassar untuk bermusyawarah dengan raja-raja di Sulawesi Selatan untuk menetapkan struktur politik baru yang sebelumnya telah dirancang secara sepihak oleh Belanda. Dalam rancangan itu, Belanda diletakkan di atas puncak struktur politik, sedangkan Bone dan kerajaan-kerajaan lokal lainnya berada di bawahnya. Kajian ini menggunakan analisis isi terhadap manuskrip lokal yang disebut “lontaraq” dan analisis terhadap beberapa sumber kedua. Kajian ini menemukan bahwa Sidenreng yang terletak di tengah Sulawesi Selatan, Gowa, dan kerajaan-kerajaan yang terletak di selatan Makassar menyetujui rancangan struktur politik, yang diputuskan dalam Kontrak Bungaya yang Diperbaharui pada 27 Agustus 1824. Kontrak Bungaya yang Diperbaharui ini memberi kesempatan kepada Sidenreng, Gowa, dan kerajaan-kerajaan kecil di selatan Makassar untuk menarik diri (merdeka) dari pengaruh politik Bone. Sebaliknya, Raja Bone, Raja Tanete, dan Raja Suppa tidak menyetujui Kontrak Bungaya yang Diperbaharui, karena kontrak itu berakibat pada berkurangnya pengaruh politik Bone terhadap semua kerajaan lokal di Sulawesi Selatan.

Kata Kunci: Diplomasi, Kontrak Bungaya yang Diperbaharui, struktur politik, diplomasi, ekspedisi militer Belanda, kerajaan lokal, dan Sulawesi Selatan.

ABSTRACT: “The Dutch Diplomacy and Military Expedition against the Three Local Kingdoms in South Sulawesi, 1824-1860”. In mid-1824, the Dutch was unhappy to see Bone became the sole political hegemony in South Sulawesi. Therefore, in July 1824, the Governor-General of the Netherlands, located in Batavia (now Jakarta), came to Makassar for consultation with the kings of the South Sulawesi to establish the new political structures that have previously been designed unilaterally by the Dutch. In the draft, the Dutch was placed as top of the political structure, while Bone and other local kingdoms beneath it. This study uses a content analysis of local manuscripts called "lontaraq" and analysis of some secondary sources. This study found that Sidenreng located in the center of South Sulawesi, Gowa, and kingdoms located in the southern Makassar approve the draft of political structure that be decided under the Bungaya Contract which was renewed on August 27, 1824. This revised Bungaya Contract gave an opportunity to Sidenreng, Gowa, and small kingdoms in the south of Makassar to withdraw (free) from the political influence of Bone. Instead, King of Bone, King of Tanete, and King of Suppa did not approve the renewed Bungaya Contract, because the contract resulted in minimising the political influence of Bone to all the local kingdoms in South Sulawesi.

KEY WORD: Diplomacy, renewed Bungaya Contract, political structure, diplomacy, Netherlands military expedition, local kingdom, and South Sulawesi.

About the Author: Dr. Abd Latif adalah Dosen di Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya UNHAS (Universitas Hasanuddin) Makassar, Jalan Perintis Kemerdekaan Km.10 Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia. Untuk kepentingan akademik, penulis bisa dihubungi dengan alamat e-mail: latifunhas@hotmail.com

How to cite this article? Latif, Abd. (2014). “Diplomasi dan Ekspedisi Militer Belanda terhadap Tiga Kerajaan Lokal di Sulawesi Selatan, 1824-1860” in SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, Vol.7(2) November, pp.159-174. Bandung, Indonesia: Minda Masagi Press, UNHAS Makassar, and UNIPA Surabaya, ISSN 1979-0112.

Chronicle of the article: Accepted (May 27, 2014); Revised (August 27, 2014); and Published (November 20, 2014).


Full Text:

PDF

References


Abduh, Muhammad. (1985). Sejarah Perlawanan terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Sulawesi Selatan. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.

Brink, P. B. van Standen ten. (1884). Zuid Celebes. Utrecht: Kemink & Zoon.

Caldwell, Ian. (1988). “South Sulawesi a.d. 1300-1600: Ten Bugis Texts”. Tesis Ph.D. Tidak Diterbitkan. Canberra: ANU [Australian National University].

Daeng Patunru, Abdurrazak. (1989). Sejarah Bone. Ujung Pandang: Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan.

Daeng Patunru, Abdurrazak. (1993). Sejarah Gowa. Ujung Pandang: Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan.

Gibson, Thomas. (2009). Kekuasaan Raja, Syeikh, dan Ambtenaar: Pengetahuan Simbolik & Kekuasaan Tradisional Makassar, 1300-2000. Makassar: Penerbit Ininnawa, Terjemahan.

Gising, Basrah. (2002). Sejarah Kerajaan Tanete. Makassar: Sama Jaya.

Kadir, Harun et al. (1978). Sejarah Daerah Sulawesi Selatan. Jakarta: Depdikbud RI [Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Republik Indonesia].

Kartodirdjo, Sartono. (1973). Ikhtisar Keadaan Politik Hindia Belanda Tahun 1839-1848. Jakarta: ANRI [Arsip Nasional Republik Indonesia].

Leyds, W.J. (1940). “Memori van Overgave: Asisten Resident Mandar”. Arsip Kolonial Belanda tersimpan di ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia) Jakarta.

Lontaraq Addituang Sidenreng. (t.th.). Makassar: Koleksi Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan.

Lontaraq Akkarungeng Alitta. (t.th.). Makassar: Koleksi Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan.

Lontaraq Akkarungeng Bone. (t.th.). Makassar: Koleksi Laboratorium Naskah, Fakultas Sastra UNHAS [Universitas Hasanuddin] Makassar.

Lontaraq Akkarungeng Sawitto. (t.th.). Makassar: Koleksi Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan.

Lontaraq Akkarungeng Suppa. (t.th.). Makassar: Koleksi Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan.

Lontaraq Sidenreng. (t.th.). Makassar: Koleksi Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan.

Lontaraq Toloq Rumpaqna Suppa. (t.th.). Makassar: Koleksi Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan.

Mappangara, Suriadi. (1996). “Kerajaan Bone Abad XIX: Konflik Kerajaan Bone — Belanda, 1816 — 1860”. Tesis Magister Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: Jurusan Sejarah UGM [Universitas Gadjah Mada].

Mattulada. (1998). Sejarah, Masyarakat, dan Kebudayaan Sulawesi Selatan. Ujung Pandang: Hasanuddin University Press.

Morris, D.F. van Braam. (1893a). “Nota van Toelichting op het Contract Gesloten met het Landschap Sawitto (Adjatapparang) op den 30 October 1890” dalam TBG (Tijdschrift van Bataviaasch Genootschap), Volume XXXVI.

Morris, D.F. van Braam. (1893b). “Nota van Toelichting op het Contract Gesloten met het Landschap Soeppa (Adjatapparang)” dalam TBG (Tijdschrift van Bataviaasch Genootschap), Volume XXXVI.

Musa, Abd Gaffar. (1990). Iyanae Poada Adaengngi Attoriolongnge ri Tanete. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.

Paeni, Mukhlis. (2002). Batara Gowa: Messianisme dalam Gerakan Sosial di Makassar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Poelinggomang, Edward L. (2002). Makassar Abad XIX: Studi tentang Kebijakan Perdagangan Maritim. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Poelinggomang, Edward L. (2005). “Sejarah Tanete: Dari Agangnionjo hingga Kabupaten Barru”. Laporan Penelitian Tidak Diterbitkan. Sulawesi Selatan: PEMKAB [Pemerintah Kabupaten] Barru.

Spengler, John Albert. (t.th.). De Nederlandsche Oost Indische Bezittingen onder het Bestuur van den Gouvernement General G.A.G.P. Baron van der Capellen, 1816-1825. Utrecht: Kemink en Zoon.

van de Stuers, H. (1854). “Bijdragen tot de Geschiedenis van Celebes” dalam TNI [Tijdschrift voor Nederlandsch Indie], Volume II.

van der Kemp, P.H. (1910). De Terruggave der Oost Indische Kolonien, 1814-1816: Naar Oorspronkejke Stukken. ‘s-Gravenhage: Martinus Nijhoff.

van der Wal, S.L. (2001). Kenang-kenangan Pangrehpraja Belanda, 1920-1942. Jakarta: Penerbit Djambatan, Terjemahan.




SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan is published by Minda Masagi Press. This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Sharealike 4.0.