Konflik, Kontrak Sosial, dan Pertumbuhan Kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi Selatan

Bambang Sulistyo

Abstract


RESUME: Pembangunan masyarakat, konflik, dan perang, yang menjadi latar belakang peristiwa-peristiwa penting pada abad ke-17 di Sulawesi Selatan, merupakan ekspresi dari harga diri. Pembangunan masyarakat, sudah barang tentu, dimulai dengan membentuk “polity” (entitas politik), seperti kerajaan atau negara, dengan Raja yang dipilih oleh kepala-kepala wanua. Bentuk federasi diubah menjadi kerajaan atau kekuasaan yang sentralistik. Ibukota kerajaan selanjutnya dipindahkan dari pedalaman ke pesisir, di muara sungai. Artinya, sistem kekuasaan yang semula berorientasi agraris selanjutnya berorientasi maritim. Sesudah itu, proses pembangunan kerajaan dilakukan dengan jalan ekspansi dan penaklukan, serta mengangkut penduduk negeri taklukan tersebut ke ibukota kerajaan. Proses ekspansi dan penaklukan ini juga menciptakan hubungan perkawinan, dengan menempatkan keluarga bangsawan di negeri vazal, serta membangun kerjasama dan tolong-menolong dengan negeri vazal. Artikel ini membahas tentang perkembangan sejarah Kerajaan Gowa dan kerajaan-kerajaan lainnya di Sulawesi Selatan pada abas ke-17 Masehi. Bisa dikatakan bahwa abad ke-17 adalah puncak kebesaran Sulawesi Selatan, terutama bagi suku Bugis, Makassar, dan Mandar. Nilai-nilai yang berkembang pada periode itu masih dapat ditemukan sebagai acuan dan gaya hidup orang-orang Bugis dan Makassar di masa kini.

KATA KUNCI: Konflik, kontrak sosial, kerajaan Gowa-Tallo dan Bone-Soppeng, sistem nilai, perkembangan Islam, dan VOC Belanda.

ABSTRACT: Conflict, Social Contract, and the Growth of Islamic Kingdoms in South Sulawesi”. Community development, conflict, and war, as the background of important events in the 17th century in South Sulawesi, is an expression of self-esteem. Community development, of course, begins with forming a political entity, such as the kingdom or state, the king chosen by the heads of “wanua” (community). The form of federation entity converted into a power centralized kingdom. Royal capital city was then moved from the interior to the coast, at the mouth of the river. It means that the power system initially agrarian-oriented has then changed to the maritime-oriented. After that, the development process of the kingdom is done by using the expansion and conquest, and conquered the inhabitants of the land are transported and moved to the capital city of the kingdom. The process of expansion and conquest also creates marital relationship, by placing a noble family in the country of “vazal” (colonized), and to build cooperation and mutual help with the country of “vazal. This article discusses the historical development of Gowa Kingdom and other kingdoms in South Sulawesi on 17th AD (Anno Domini). It could be said that the 17th century was the peak of the greatness of South Sulawesi, especially for the ethnics of Bugis, Makassar, and Mandar. The values that be developed in that period can still be found as a reference and the lifestyle of the Bugis and Makassar communities in the present.

KEY WORD: Conflict, social contract, the kingdoms of Gowa-Tallo and Bone-Soppeng, value systems, the development of Islam, and Dutch East-Hindia company.

About the Author: Dr. Bambang Sulistyo adalah Dosen dan Ketua Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya UNHAS (Universitas Hasanuddin), Jalan Perintis Kemerdekaan Km.10 Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia. Untuk kepentingan akademik, penulis dapat dihubungi dengan alamat emel: bambang5ulistyo@yahoo.com

How to cite this article? Sulistyo, Bambang. (2014). “Konflik, Kontrak Sosial, dan Pertumbuhan Kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi Selatan” in SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, Vol.7, No.1 [Mei], pp.9-18. Bandung, Indonesia: Minda Masagi Press owned by ASPENSI, UNHAS Makassar, and UNIPA Surabaya, ISSN 1979-0112.

Chronicle of article: Accepted (March 22, 2014); Revised (April 27, 2014); and Published (May 20, 2014).


Full Text:

PDF

References


Amal, M. Adrian. (2007). Kepulauan Rempah-rempah: Perjalanan Sejarah Maluku Utara, 1250- 1950. Jakarta: Gora Pustaka Indonesia.

Amir, Muhammad. (2011). Konflik Balanipa — Belanda di Mandar, 1862-1872. Makassar: Fakultas Pasca Sarjana UNHAS [Universitas Hasanuddin] Makassar.

Andaya, Leonard Y. (2004). Warisan Arung Palakka: Sejarah Sulawesi Selatan Abad ke-17. Makassar: Inninawa bekerjasama dengan Media Kajian Sulawesi, terjemahan.

ANRI [Arsip Nasional Republik Indonesia]. (1973). Ikhtisar Keadaan Politik Hindia-Belanda Tahun 1839-1848. Jakarta: Penerbitan Sumber-sumber Sejarah No.6.

ANRI [Arsip Nasional Republik Indonesia]. (2003). Bahasa Melayu sebagai Bahasa Resmi dan Menyurat Formal Raja, Surat, dan Diplomasi. Jakarta: Penerbitan Naskah Sumber.

Artikel berjudul “Makassarcshe Histories” dalam Tijdschrift voor Indische Taal, Land, en volkenkuende (1855).

Balk, G.L. et al. (2007). The Local Institutions in Batavia, Jakarta. Leiden: Leiden University Press.

Chaudhuri, K.N. (1995). The Trade and Civilization in the Economic History from the Rise of Mamluk to 1750. New York: Cambridge University Press.

“De Archieven van de Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) en de Locale Instellingen to Batavia Jakarta” dalam Nationaal Archief. The Hague: National Archieve of the Netherlands.

Depdikbud [Departemen Pendidikan dan Kebudayaan]. (1985/1986). I Lagaligo: Lontarak Bilang Raja Gowa dan Tallo (Naskah Makassar). Ujung Pandang: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan dan Pengkajian Kebudayaan Sulawesi Selatan.

Fredericy, H.J. (1933). “De Standen bij de Boeginezen en Makassaren” dalam Bijdragen tot de Taal ¬Land- en Volkenkunde van Nederland-Indie, Deel 90. ‘s-Gravenhage: Martinus Nijhoft.

Hayes, Carlton J.H. (1979). Sejarah Eropa Moden hingga 1870. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pelajaran Malaysia, terjemahan.

Kartodirdjo, Sartono. (1988). Pengantar Sejarah Indonesia Baru, 1500-1900: Dari Emporium ke Imperium. Jakarra: Penerbit PT Gramedia.

Mappangara, Suriadi. (2001). Glosarium Sulawesi selatan. Makassar: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.

Mappangara, Suriadi. (2014). “Perjanjian Tellumpoccoe Tahun 1582: Tindak-Balas Kerajaan Gowa terhadap Persekutuan Tiga Kerajaan di Sulawesi Selatan” dalam SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 7(1) Mei. Bandung: Minda Masagi Press, UNHAS Makassar, dan UNIPA Surabaya.

Mattulada. (1985). Latoa: Satu Lukisan Analitis terhadap Antropologi Politik Orang Bugis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mattulada. (2002). Menyusuri Jejak Kehadiran Makassar dalam Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Pelras, Cristian. (2006). Manusia Bugis. Jakarta: Forum-Jakarta-Paris Ecole Francaise d'Extreme ¬Orient, terjemahan.

Rahim, Rahman. (1985). Nilai-nilai Utama Kebudayaan Bugis. Makassar: Hassanuddin University Perss.

Rahman Hamid, Abd. (2008). Jejak Arung Pallaka di Negeri Buton. Makassar: Pustaka Refleksi.

Reid, Anthony. (2002). Sejarah Modern Awal Asia Tenggara. Jakarta: Penerbit LP3ES, terjemahan.

Sasmita, Uka Tjandra. (1977). “Kedatangan Islam dan Pertumbuhan Kota-kota Muslim di Pesisir Kepulauan Indonesia” dalam Al-Djamiah: Majalah Ilmu Pengetahuan Agama Islam, Th.XV. Yogyakarta: IAIN [Institut Agama Islam Negeri] Sunan Kalijaga.

Sulistyo, Bambang. (2011). Makassar Multikultur. Makassar: Badan Arsip, Perpustakaan dan Pengelolaan Data Pemerintah Kota Makassar.

“The Archives of the Dutch East India Company and the Local Institutions in Batavia” dalam Arsip¬VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) dan Lembaga Pemerintahan Kota Batavia. Jakarta: ANRI [Arsip Nasional Republik Indonesia].

Tika, Zainuddin, M. Ridwan Syam & Z. Rosdiana. (2007). Profil Raja-raja Gowa. Makssar: Penerbit Refleksi.

Tol, Roger, Kees van Dijk & Greg Acciaoli. (2009). Kuala dan Usaha di Masyarakat Sulawesi Selalan. Jakarta: KITLV Press, terjemahan.

Van End, Th. (1993). Ragi Caritas: Sejarah Gereja di Indonesia, 1500-1860. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, terjemahan.

Van Leur, J.C. (1957). Indonesian Trade and Society: Essays in Asian Sosial and Economic History. The Hague: Koninklijk Instituut voor Taal, Land, en Volkenkunde.

Zuhdi, Susanto. (2010). Labu Rope Labu Wana: Sejarah Buton yang Terabaikan. Jakarta: Yayasan Kebudayan Masyarakat Buton dan Rajawali Pers.




SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan is published by Minda Masagi Press. This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Sharealike 4.0.